DAFTAR ISI
1) Mengenal Sinta
2) Saudari Sinta
3) Orang Tua Sinta
4) Mertua Sinta
5) suami Sinta
6) Anak Sinta
7) Riwayat Hidup Sinta
MENGENAL SINTA
Putri Sinta Ratu Sinta
SAUDARI SINTA
Putri Urmila (adik)
ORANG TUA SINTA
Raja Janaka (ayah) india ver Ratu Sunayana (ibu) india verRaja Rahwana Dasamuka (ayah) jawa ver Ratu Mandodari (ibu) jawa ver
MERTUA SINTA
Ratu Kosalya Raja Dasarata
SUAMI SINTA
Pangeran Rama
ANAK SINTA
Lawa Kusya
RIWAYAT HIDUP SINTA
Sita (Sansekerta: Sītā, juga
dieja Seeta) adalah tokoh protagonis dalam wiracarita Ramayana.
Ia merupakan istri dari Sri Rama, tokoh utama kisah tersebut. Menurut pandangan
Hindu, Sita merupakan inkarnasi dari Laksmi, dewi keberuntungan, istri Dewa Wisnu.
Inti dari kisah Ramayana
adalah penculikan Sita oleh Rahwana raja Kerajaan Alengka yang ingin mengawininya. Penculikan ini berakibat
dengan hancurnya Kerajaan Alengka oleh serangan Rama yang dibantu bangsa
Wanara dari Kerajaan Kiskenda.
Arti nama
Dalam bahasa Sansekerta, kata Sita bermakna "kerut". Kata "kerut"
merupakan istilah puitis pada zaman India Kuno, yang menggambarkan aroma dari kesuburan. Nama
Sita dalam Ramayana kemungkinan berasal dari Dewi Sita, yang pernah
disebutkan dalam Rigweda sebagai dewi bumi yang memberkati ladang dengan
hasil panen yang bermutu.
Seperti tokoh terkenal dalam legenda Hindu lainnya, Sita juga dikenal
dengan banyak nama. Sebagai puteri Raja Janaka, ia dipanggil
Janaki; sebagai puteri Mithila, ia dipanggil
Maithili; sebagai istri Raama, ia dipanggil Ramaa.
Karena berasal dari Kerajaan Wideha, ia pun juga dikenal dengan nama
Waidehi.
Asal-usul
Ramayana menceritakan bahwa Sita bukan putri kandung
Janaka. Suatu ketika Kerajaan Wideha dilanda kelaparan. Janaka sebagai raja melakukan
upacara atau yadnya di suatu area ladang antara lain dengan cara
membajak tanahnya. Ternyata mata bajak Janaka membentur sebuah peti yang berisi
bayi perempuan. Bayi itu dipungutnya menjadi anak angkat dan dianggap sebagai
titipan Pertiwi, dewi bumi dan kesuburan.
Sita dibesarkan di istana
Mithila, ibu kota Wideha oleh Janaka dan Sunayana, permaisurinya. Setelah
usianya menginjak dewasa, Janaka pun mengadakan sebuah sayembara untuk menemukan pasangan yang tepat bagi putrinya
itu. Sayembara tersebut adalah membentangkan busur pusaka maha berat anugerah
Dewa Siwa, dan dimenangkan oleh Sri Rama, seorang pangeran dari Kerajaan Kosala. Setelah menikah, Sita pun tinggal bersama
suaminya di Ayodhya, ibu kota Kosala.
Masa pembuangan
Selanjutnya dikisahkan, ibu tiri
Rama yang bernama Kaikeyi lebih menginginkan putra kandungnya, yaitu
Bharata yang menjadi raja Ayodhya, bukan Rama. Kaikeyi
pun mendesak Dasarata agar membuang Rama ke hutan selama 14
tahun.
Dasarata yang terikat sumpah
terpaksa menuruti permintaan istri keduanya itu. sebagai putra yang berbakti,
Rama pun menjalani keputusan itu dengan ikhlas. Sita yang setia mengikuti
perjalanan Rama, begitu pula adik Rama yang lahir dari ibu lain, yaitu Laksmana. Ketiganya meninggalkan istana Ayodhya untuk
memulai hidup di dalam hutan.
Di dalam hutan belantara dan
pegunungan, Rama, Sita, dan Laksmana banyak bergaul dengan para pendeta dan
brahmana sehingga menambah ilmu pengetahuan dan kepandaian
mereka.
Penculikan oleh Rahwana
Rahwana adalah raja bangsa Rakshasa dari Kerajaan Alengka. Pasukannya yang bertugas di Janastana habis
ditumpas Rama karena mereka gemar mengganggu kaum brahmana.
Rahwana pun melakukan pembalasan ditemani pembantunya yang bernama Marica.
Mula-mula Marica menyamar menjadi
seekor kijang berbulu keemasan dan menampakkan diri di depan pondok Rama.
Menyaksikan keindahan kijang tersebut, Sita menjadi tertarik dan ingin
memilikinya. Karena terus didesak, Rama akhirnya mengejar dan berusaha
menangkapnya.
Tiba-tiba terdengar suara jeritan
Rama di kejauhan. Sita pun menyuruh Laksmana untuk menyusul suaminya itu. Namun Laksmana yakin
kalau kijang tersebut adalah jelmaan raksasa yang sekaligus meniru suara jeritan
Rama. Sita marah mendengar jawaban Laksmana dan menuduh adik iparnya itu
berkhianat dan memiliki maksud kurang baik.
Laksmana tersinggung mendengar tuduhan Sita. Sebelum pergi, ia lebih dulu
menciptakan pagar gaib berupa garis pelindung yang mengelilingi pondok tempat
Sita menunggu. Setelah kepergian
Laksmana muncul seorang brahmana tua yang kehausan dan minta diberi minum. Namun
ia tidak dapat memasuki pondok karena terhalang pagar gaib
Laksmana.
Sita yang merasa kasihan
mengulurkan tangannya untuk memberi minum sang brahmana tua. Tiba-tiba brahmana
itu menarik lengan Sita dan membawanya kabur. Brahmana tersebut tidak lain
adalah samaran Rahwana. Ia menggendong tubuh Sita dan membawanya terbang di
udara.
Suara tangisan Sita terdengar
oleh seekor burung tua bernama Jatayu, yang bersahabat dengan Dasarata ayah Rama. Jatayu menyerang Rahwana namun ia
justru mengalami kekalahan dan terluka parah. Sita tetap dibawa kabur oleh
Rahwana namun ia sempat menjatuhkan perhiasannya di tanah sebagai petunjuk untuk
Rama.
Dalam istana Alengka
Sesampainya di istana Kerajaan Alengka yang terletak di kota Trikuta, Sita pun ditawan
di dalam sebuah taman yang sangat indah, bernama Taman Asoka. Di sekelilingnya
ditempatkan para raksasi yang bermuka buruk dan bersifat jahat namun dungu.
Selama ditawan di istana Alengka, Sita selalu berdoa dan berharap Rama datang menolongnya.
Pada suatu hari muncul seekor
Wanara datang menemuinya. Ia mengaku bernama Hanoman, utusan Sri Rama. Sebagai bukti Hanoman
menyerahkan cincin milik Sita yang dulu dibuangnya di hutan ketika ia diculik
Rahwana. Cincin tersebut telah ditemukan oleh Rama.
Hanoman membujuk Sita supaya
bersedia meninggalkan Alengka bersama dirinya. Sita menolak karena ia ingin Rama
yang datang sendiri ke Alengka untuk merebutnya dari tangan Rahwana dengan gagah
berani. Hanoman dimintanya untuk kembali dan menyampaikan hal
itu.
Ujian kesucian
Berkat bantuan Sugriwa raja bangsa Wanara, serta Wibisana adik Rahwana, Rama berhasil mengalahkan Kerajaan Alengka. Setelah kematian Rahwana, Rama pun menyuruh Hanoman untuk masuk ke dalam istana menjemput Sita. Hal
ini sempat membuat Sita kecewa karena ia berharap Rama yang datang sendiri dan
melihat secara langsung tentang keadaannya.
Setelah mandi dan bersuci, Sita
menemui Rama. Rupanya Rama merasa sangsai terhadap kesucian Sita karena istrinya
itu tinggal di dalam istana musuh dalam waktu yang cukup lama. menyadari hal
itu, Sita pun menyuruh Laksmana untuk mengumpulkan kayu bakar sebanyak-banyaknya
dan membuat api unggun. Tak lama kemudian Sita melompat ke dalam api tersebut.
Dari dalam api tiba-tiba muncul Dewa Brahma dan Dewa Agni mengangkat tubuh Sita dalam keadaan hidup. Hal
ini membuktikan kesucian Sita sehingga Rama pun dengan lega menerimanya
kembali.
Kehidupan selanjutnya
Setelah pulang ke Ayodhya, Rama, Sita, dan Laksmana disambut oleh Bharata
dengan upacara kebesaran. Bharata kemudian
menyerahkan takhta kerajaan kepada Rama sebagai raja. Dalam pemerintahan Rama
terdengar desas-desus di kalangan rakyat jelata yang meragukan kesucian Sita di
dalam istana Rahwana.
Rama merasa
tertekan mendengar suara sumbang tersebut. Ia akhirnya memutuskan untuk membuang
Sita yang sedang mengandung ke dalam hutan. Dalam pembuangannya itu, Sita
ditolong seorang resi
bernama Walmiki
dan diberi tempat tinggal.
Beberapa waktu kemudian, Sita
melahirkan sepasang anak kembar diberi nama Lawa dan Kusa. Keduanya dibesarkan dalam asrama Resi Walmiki
dan diajari nyanyian yang mengagungkan nama Ramacandra, ayah mereka.
Suatu ketika Rama mengadakan
upacara Aswamedha. Ia melihat dua pemuda kembar muncul dan
menyanyikan sebuah lagu indah yang menceritakan tentang kisah perjalanan dirinya
dahulu. Rama pun menyadari kalau kedua pemuda yang tersebut yang tidak lain
adalah Lawa dan Kusa merupakan anak-anaknya sendiri.
Akhir riwayat
Atas permintaan Rama melalui Lawa dan Kusa, Sita pun dibawa kembali ke Ayodhya. Namun masih saja terdengar desas-desus
kalau kedua anak kembar tersebut bukan anak kandung Rama. Mendengar hal itu,
Sita pun bersumpah jika ia pernah berselingkuh maka bumi tidak akan sudi
menerimanya.
Tiba-tiba bumi pun terbelah. Dewi Pertiwi muncul dan membawa Sita
masuk ke dalam tanah. Menyaksikan hal itu Rama sangat sedih. Ia pun menyerahkan
takhta Ayodhya dan setelah itu bertapa di Sungai Gangga sampai akhir
hayatnya.
Versi di atas masih diperdebatkan tentang keasliannya. Sebagian berpendapat
bahwa, Rama dan Sita hidup berbahagia setelah kembali ke Ayodhya. Tidak ada lagi
pembuangan terhadap Sita. Kisah Sita ditelan bumi dalam Ramayana dianggap sebagai
tambahan yang ditulis orang lain, bukan hasil karya Walmiki.
Mereka yang menolak versi di atas berpendapat bahwa Rama dan Sita hidup
berbahagia dan memerintah Kerajaan Ayodhya selama 11.000 tahun (konon angka ini
dianggap lazim pada zaman tersebut, yakni zaman Treta Yuga). Sita hanya hidup
selama beberapa tahun saja di dalam istana Rahwana, sehingga dapat dianggap
sebagai suatu masalah yang sangat kecil jika dibandingkan dengan lamanya mereka
hidup.
Versi pewayangan
Versi Ramayana di atas cukup
berbeda jika dibandingkan dengan kisah dalam pewayangan, terutama yang
berkembang di Jawa.
Dalam versi ini, Sita disebut dengan gelar lengkap Rakyan Wara Sinta.
Uniknya, ia juga disebut sebagai putri kandung Rahwana sendiri.
Rahwana versi Jawa dikisahkan
jatuh cinta kepada seorang pendeta perempuan bernama Widawati. Namun Widawati menolak cintanya dan memilih
bunuh diri. Rahwana pun bertekad akan mencari dan menikahi reinkarnasi Widawati.
Atas petunjuk gurunya yang
bernama Resi Maruta, Rahwana mengetahui kalau Widawati akan menitis sebagai
putrinya sendiri. Namun ketika istrinya yang bernama Mandodari melahirkan,
Rahwana pergi untuk memperluas jajahan. Bayi perempuan yang dilahirkan Mandodari
pun diambil Wibisana untuk dibuang di sungai dalam sebuah peti.
Wibisana kemudian menukar bayi tersebut dengan bayi laki-laki yang diciptakannya
dari mega di langit. Bayi laki-laki tersebut akhirnya diakui Rahwana sebagai
anaknya, dan kelak terkenal dengan nama Indrajit.
Sementara itu bayi perempuan yang
dibuang Wibisana terbawa aliran sungai sampai ke wilayah Kerajaan Mantili. Raja negeri tersebut yang bernama Janaka memungut dan menjadikannya putri angkat, dengan
nama Sinta.
Kisah selanjutnya tidak jauh
berbeda dengan versi aslinya, yaitu perkawinan Sinta dengan Sri Rama, penculikannya, sampai dengan kematian Rahwana
dalam perang besar. Namun versi Jawa menyebutkan, setelah perang berakhir Rama
tidak menjadi raja di Ayodhya, melainkan membangun kerajaan baru bernama
Pancawati.
Dari perkawinannya dengan Rama,
Sinta melahirkan dua orang putra bernama Ramabatlawa dan Ramakusiya. Putra yang
pertama, yaitu Ramabatlawa menurunkan raja-raja Kerajaan Mandura, antara lain Basudewa, dan juga putranya yang bernama Kresna.
Kresna versi Jawa disebut sebagai
reinkarnasi Rama, sedangkan adiknya yang bernama Subadra disebut sebagai reinkarnasi Sinta. Dengan
demikian hubungan Rama dan Sinta yang pada kehidupan sebelumnya adalah
suami-istri berubah menjadi kakak dan adik dalam kehidupan
selanjutnya.