Aswatama - Aswatama adalah putra Drona, guru 100 Korawa, 5 Pandawa, Jayadrata dan Drestadyumna
Ia juga merupakan salah satu dari Delapan Ciranjīwin (Mahkluk yang berumur panjang)
Merupakan Reinkarnasi Mahadewa, Yama, Kama dan Krodha.
Aswatama bertempur di sisi ayahnya untuk Duryodana dalam Perang Besar. Dia telah melakukan 3 dosa dalam perjalanan hidupnya:
1. Pembunuhan terhadap seorang anak dengan cara yang tidak adil:
Aswatama adalah salah satu dari tuju maharathis (prajurit besar) yang
membunuh Abimanyu, anak Arjuna dalam sebuah pertarungan yang tidak adil
dan keji. Tujuh prajurit besar mengelilingi satu anak, menyerang dari
semua sisi, dan terus menyerang bahkan setelah Abimanyu kehilangan
senjatanya dan menjadi tak berdaya. (Karna menyerang dari belakang dan
mematahkan busur Abimanyu - tampaknya kejahatan Karna yang paling
memalukan dalam epik Mahabarata). Berpartisipasi dalam tindakan
pembunuhan adalah dosa pertama yang di lakukan Aswatama.
2.
Genosida - Membunuh orang tak berdosa dalam tidur mereka: Pada hari
ke-18 Perang Besar, setelah Duryodana dikalahkan oleh Bhima dalam
pertempuran tunggal dan ketika ia berbaring di darahnya sendiri, tiga
Ksatria yang tersisa dari pasukannya - Aswatama, Resi Krepa dan
Kritawarma - datang untuk menemuinya. Duryodana mengumumkan Aswatama
menjadi komandan pasukannya yang tersisa. Aswatama, buta dengan
kemarahan atas kematian ayahnya (Drona yang ditipu dan dibunuh
sebelumnya) berkomplot bersama dengan Kritawarma dan Resi Krepa,
menyerang perkemahan Pandawa di malam hari dan menyembelih semua orang
dari Ksatira Pandawa - termasuk Dhrishtadyumna (komandan tertinggi
Pandawa), lima anak Dropadi (Pancawala), Srikandi, Uttamaujas dan
Yudhamanyu.
3. Foeticide - Membunuh janin: Para Pandawa, marah
dengan tindakan di atas, mengejar Aswatthama sehingga pertarungannya
dengan Arjuna di mana keduanya memanggil Senjata Brahmashirsha. Takut
akan kehancuran dunia, Resi Wiyasa menyarankan keduanya untuk mengambil
kembali senjata mereka. Sementara Arjuna dapat melakukannya, Aswatama
tidak dapat menarik mantranya, dan diberikan pilihan untuk memilih salah
satu target untuk dihancurkan. Karena dendam, Aswatama mengarahkan
senjata ke rahim perempuan Pandawa - khususnya Uttari, putri Arjuna
sebagai mertua (istri Abimanyu dan putri Raja Wirata). Sejak saat ini
Uttara mengandung Parikesit yang belum lahir, anak Abimanyu, yang pada
kelahiran akan menjadi pewaris masa depan untuk semua Pandawa
bersaudara, senjata Aswatama berhasil dengan membakar janin.
Wasudewa Krishna menghidupkan kembali anak yang telah mati dari rahim (maka ia disebut "Parikesit" lahir dari percobaan)
Krisna mengutuk Aswatama agar menderita kusta dan mengembara di bumi
sampai akhir zaman Kaliyuga. sebagai orang buangan tanpa rasa kasih
sayang dan dicintai.
Legenda mengatakan bahwa Aswatama pergi mengembara ke daerah yang sekarang dikenal sebagai semenanjung Arab.
Ada juga legenda yang mengatakan bahwa Aswatama masih mengembara di dunia dalam wujud badai dan angin topan.
Sebuah benteng kuno di dekat Burhanpur, India, yang dikenal dengan
Asirgarh memiliki kuil Siwa di puncaknya. Konon setiap subuh, Aswatama
mengunjungi kuil tersebut untuk mempersembahkan bunga mawar merah.
Masyarakat yang tinggal di sekitar benteng mencoba untuk menyaksikannya
namun tidak pernah berhasil. Konon orang yang bisa menyaksikannya akan
menjadi buta atau kehilangan suaranya.
Di Gujarat, India, ada Taman
Nasional Hutan Gir yang dipercaya sebagai tempat Aswatama mengembara dan
konon ia masih hidup di sana sebagai seorang Chiranjiwin.
Menurut legenda, Aswatama menyerahkan batu permata berharga (Mani) yang
terletak di dahinya, yaitu permata yang membuatnya tidak takut terhadap
segala senjata, penyakit, atau rasa lapar, dan membuatnya tak takut
terhadap para Dewa, danawa, dan naga. Setelah permatanya dilepaskan,
keluar darah berbau tak sedap yang tidak akan pernah berhenti mengalir
sampai akhir zaman Kaliyuga.