Tuesday, January 21, 2020

Bagong – Bawor – Cepot

Ki Lurah Bagong adalah nama salah satu tokoh panakawan dalam kisah pewayangan yang berkembang di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Tokoh ini dikisahkan sebagai anak bungsu Semar. Dalam pewayangan Sunda juga terdapat tokoh panakawan yang identik dengan Bagong (dalam bahasa Sunda: bagong berarti babi hutan, celeng), yaitu Cepot atau Astrajingga, adalah anak tertua Semar, dan di versi wayang golek purwa- Sunda terkenal dengan sebutan Cepot atau Astrajingga , disebut juga Gurubug atau Kardun, sedang di Jawa Timur lebih dikenal dengan nama Jamblahita. Di daerah Banyumas, panakawan ini lebih terkenal dengan sebutan Bawor, Pada wayang Banjar – Kalimantan Selatan ia dipanggil Begung.

Bagong – Bawor – Cepot
Bagong – Bawor – Cepot

Ciri Fisik, sebagai seorang panakawan yang sifatnya menghibur penonton wayang, tokoh Bagong pun dilukiskan dengan ciri-ciri fisik yang mengundang kelucuan, bertubuh pendek dan gemuk, dengan mata bundar besar, bibirnya lebar, hidung kecil dan bersifat agak kekanak-kanakan.

Gaya bicara Bagong terkesan semaunya sendiri. Dibandingkan dengan ketiga panakawan lainnya, yaitu Semar, Gareng, dan Petruk, maka Bagong adalah sosok yang paling lugu dan kurang mengerti tata krama. Meskipun demikian majikannya tetap bisa memaklumi.

Pada versi Cirebon ciri- ciri Bagong, suaranya serak, kasar, selalu berbahasa Sunda, mungkin karena hal ini Bagong Cirebon disebut juga Astrajingga. Jika berkelahi ia “menumbuk“ lawan nya dengan kepala.

Asal usul Bagong – Bawor – Cepot



Beberapa versi menyebutkan Bagong bukanlah anak kandung semar, namun ciptaan.

Dikisahkan Semar yang merupakan penjelmaan Batara Ismaya diturunkan ke dunia bersama kakaknya, yaitu Togog atau penjelmaan dewa bernama Batara Antaga untuk mengasuh ketu-runan adik mereka, yaitu Batara Guru.

Bagong
Bagong

Togog dan Semar sama-sama mengajukan permohonan kepada ayah mereka, yaitu Sanghyang Tunggal, supaya masing-masing diberi teman. Sanghyang Tunggal ganti mengajukan pertanyaan berbunyi, siapa kawan sejati manusia. Togog menjawab “hasrat”, sedangkan Semar menjawab “bayangan”. Dari jawaban tersebut, Sanghyang Tunggal pun mencipta hasrat Togog menjadi manusia kerdil bernama Bilung, sedangkan bayangan Semar dicipta menjadi manusia bertubuh bulat, menjadi seorang lelaki yang postur tubuhnya mirip Semar, ia diberi nama Bagong.

Versi lain menyebutkan, Semar adalah cucu Batara Ismaya. Semar mengabdi kepada seorang pertapa bernama Resi Manumayasa yang kelak menjadi leluhur para Pandawa. Ketika Manumayasa hendak mencapai moksa, Semar merasa kesepian dan meminta diberi teman. Manumayasa menjawab bahwa temannya yang paling setia adalah bayangannya sendiri. Seketika itu pula, bayangan Semar pun berubah menjadi manusia, dan diberi nama Bagong, walaupun Bagong sebenarnya merupakan anak pertama Semar, ia sering dijadikan anak bungsu. Salah kaprah ini disebabkan oleh sifat Bagong yang kekanak-kanakan.

Versi lainnya, diceritakan bahwa pada saat Gareng diangkat menjadi anak sulung Semar, Petruk tidak terima karena sesung-guhnya Petruk lebih tua, maka Petruk minta diberikan seorang adik. Kemudian Semar memuja bayangannya sendiri menjadi seorang laki-laki yang mirip Semar. Maka terciptalah Bagong (menurut pedalangan gagrak Yogyakarta) atau Bawor (menurut pedalangan gagrak Banyumas), yang berasal dari bayangan Ismaya atau Semar, dan diangkat menjadi anak bungsunya. tokoh Bawor hadir di dunia bukan dilahirkan melainkan diciptakan.

Bawor
Bawor

Versi Banyumas mengisahakan ketika Sanghyang Ismaya menjadi Semar, turun ke bumi, Bumi masih awang-uwung, tak ada satupun makhluk hidup di bumi. Oleh karena itu kemudian Sanghyang Wenang menciptakan bayangan Semar menjadi sesosok manusia dengan postur tubuh yang relatif sama, diberi nama Bawor yang bertugas menemani Semar. Atas dasar dari kejadian itu, kemudian Bawor diakui sebagai anak tertua dari tokoh Semar. Anak kedua dan ketiga adalah Nala Gareng dan Petruk.

Tokoh Bawor adalah maskot masyarakat Banyumas. Ciri utama dari wayang kulit gagrag Banyumasan adalah nafas kerakyatannya yang begitu kental dan Ki Dalang memang berupaya menampilkan realitas dinamika kehidupan yang ada di masyarakat.

Riwayat gaya Jawatimuran adalah ketika Sang Hyang Ismaya turun ke bumi menjelma menjadi Semar, Semar diutus oleh Sang Hyang Tunggal agar menuju Keling, selanjutnya Semar membutuhkan teman. Bayang-bayangnya sendiri lalu dicipta menjadi bentuk yang hampir mirip dengannya, yang dinamakan Bagong.

Ba artinya bek, gong artinya gedhe. Juga dinamakan (Sanghyang) Bladu, Bla adalah belah/sigar, dho artinya loro, bahwa Bagong terjadi dari belahan yang menjadi dua.

Disebut Mangun Hadiwangsa, karena dia yang mempunyai kewajiban untuk membangun (mangun) agar wangsa (bangsa) menjadi baik atau adi. Nama lainnya Jamblahita. Jambla yang berarti bodoh, hita adalah temen (jujur). Ia bodoh tetapi jujur dan serius.

Semar dan Bagong diberi satu senjata. Namun, senjata tersebut diperebutkan berdua sehingga melebar dan berubah wujud manusia yang dinamai Saraganja serta menjadi kawan Semar.

Peristiwa selanjutnya, Semar membuang kentut dan Bagong membaui bau busuk terus-menerus ke mana pun perginya. Bau kentut yang mengikuti Bagong itu akhirnya berubah wujud menjadi seorang wanita yang selanjutnya dinamai Dewi Muleg. Dewi Muleg ini dijodohkan dengan Bagong sebagai istrinya. Sedangkan timbulnya Besut belum lama. Ketika Bagong ke belakang dalam kondisi yang gelap, dia menginjak tinjanya sendiri lalu dikipat-kipatkan. Tiga kipatan menjadi tiga orang, dinamakan Besut, Besel dan Besil, ketiganya menjadi anak Bagong.

Cepot
Cepot

Yang dipakai sekarang ini hanya Besutnya saja, Besut akhirnya dinyatakankan sebagai anak Bagong. Tokoh wayang Besut bentuknya mirip Bagong tetapi dalam ukuran lebih kecil. Disebut juga Hyang Katinja, versi lain tokoh ini berasal dari tinja Semar yang terinjak Bagong..

Dengan kejadian tadi, Semar memiliki relasi perkawanan dengan Bagong, Saraganja, Dewi Muleg, dan Besut. Mereka selanjutnya disebut Panakawan.

Versi Sunda : Sanghyang Antaga menyatakan bahwa ia tidak sanggup memelihara Pusaka Jamus Layang Kalimasada, serta menyerahkannya kepada Semar, hanya meminta teman. Togog memuja serata meminta dari pusaka, muncullah seorang yang mirip Togog, hanya agak kurus, dan dinamai Sarawita. Togog dan Sarawita meninggalkan Semar, menuju ke arah barat.

Semar menangis sendiri beserta pusaka Layang Jamus Kalimasada, tiba-tiba datang hujan yang deras, Semar mencari tempat berteduh, dan menemukan dangau da masuk ke dangau. Tiba-tiba hujan berhenti dan seketika terang benderang. Semar sangat gembira dan merasa ditolong oleh dangau, lalu meminta kepada pusaka agar dangau itu dijadikan teman.

Seketika muncullah orang yang mirip Semar namun agak kecil, dan dinami Astra (Asta) Jingga, asta artinya lengan – jingga jenis warna, yang berarti bibit kehidupan.

Dalam perjalanannya Semar dan Astrajingga menemukan patok, yang di”puja” oleh Semar, yang menjelma menjadi manusia jangkung berhidung panjang dan dinamai Petruk yang artinya patok di jalan. Ketiganya terus berjalan memasuki tempat perlindungan sehingga semua binatang buas tak mampu mengganggu, yang kemudian tempat perlindungan itu di”puja” dan menjelma menjadi orang pendek, bertangan bengkok dan berperut buncit dan dinamai Nalagareng, artinya hati yang kering.

Versi Cirebon : Semar menikah dengan Sudiragen, titisan dari isterinya di alam Kahyangan, yaitu Dewi Sanggani (puteri Umayadewa), dari Sudiragen Semar tidak memperoleh anak. Tetapi Palasara, tempat Semar mengadi menyuruh Semar untuk mempunyai panakawan pembantu.

Semar menciptakan panakawan dan diakui sebagai anaknya, yaitu Ceblog, dari gagang daun kelapa (papah blarak), Bitarota, dari orang-orangan sawah (unduh-unduh), Duwala,dari bonggol atau tonggak bambu (bonggolan pring), Bagong, dari daun kastuba (kliyange godong kastuba), Bagalbuntung , dari bonggol jagung (bagal jagung), Gareng, dari potongan kayu gaharu dan Cungkring atau Petruk, dari potongan bambu (anjir dawa).

Versi Cirebon lainnya menyebutkan Bagong berasal dari tunggak jati.

Isteri Bagong ialah Dewi Bagnawati puteri Prabu Balya, raja gandarwa di kerajaan Pucang Sewu. Menurut versi Sunda, istri Cepot, ialah Endang Laelasari, putri Togog Wijamantri, dari perkawinannya Cepot berputra Sanggalangit.

Sumber: FACEBOOK

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+

Related : Bagong – Bawor – Cepot